Untuk sekedar info bahwa akhir-akhir ini di
media massa nasional banyak kita dengar
pemberitaan tentang BPJS. Nuansa
yang diberikan pun beragam mulai dari yang pro hingga kontra. Aroma politik
turut menyeruak dalam setiap
perbincangan yang menyangkut BPJS di forum umum. Perubahan memang tidak
pernah mudah apalagi dengan skala sebesar BPJS yang menyangkut hajat hidup
orang banyak.
Mau tidak mau,
suka tidak suka, rekan-rekan HRD harus siap dengan perubahan ini. Dalam tulisan
kali ini penulis akan coba mengupas
lebih lanjut tentang BPJS dan dampaknya terhadap praktek SDM di
perusahaan. Mengingat luasnya pembahasan mengenai BPJS, penulis akan coba
membatasi ke area yang umumnya banyak menjadi pertanyaan rekan-rekan HRD di
perusahaan, dimulai dengan memahami apa yang dimaksud dengan BPJS.
Berkenalan dengan
BPJS
BPJS adalah
singkatan dari Badan penyelenggara Jaminan Sosial, suatu badan hukum publik
dibawah presiden yang bertugas untuk menyelenggarakan sistem jaminan
sosial. Jaminan sosial yang dimaksud
adalah jaminan dari negara bahwa seluruh penduduk di Indonesia dapat memenuhi
kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
Dengan kata lain
kalau rakyat Indonesia ada yang sakit, kecelakaan dalam bekerja, memasuki masa
pensiun, meninggal dunia, maka BPJS adalah
lembaga yang bertanggung jawab untuk memastikan rakyat tidak
terlunta-lunta. Luar biasa bukan?
Untuk menjalankan
sistem jaminan sosial tersebut BPJS
dibagi menjadi 2 bagian:
- BPJS Kesehatan yang bertanggung jawab menyelenggarakan program jaminan kesehatan.
- BPJS Ketenagakerjaan yang bertanggung jawab menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan kematian.
BPJS yang ada
sekarang adalah perubahan dan penggabungan dari lembaga yang sebelumnya sudah
ada. Askes menjadi BPJS Kesehatan. Jamsostek, ASABRI, dan TASPEN menjadi BPJS
Ketenagakerjaan.
Sebagai praktisi
HRD penulis turut mendoakan semoga tidak sekedar “ganti baju”, tapi benar-benar
bertransformasi menjadi lembaga yang lebih baik.
Dampak BPJS
Terhadap Perusahaan
Dengan munculnya BPJS maka muncul juga peraturan
baru yang mengatur. Peraturan baru ini
(termasuk juga peraturan yang masih berlaku sebelumnya) berdampak terhadap praktek jaminan asuransi dan kesehatan di perusahaan.
Berikut ini adalah
beberapa peraturan yang berhubungan dengan BPJS. Untuk memudahkan Anda
mempelajarinya, penulis sertakan pula
tautannya:
• Peraturan Presiden No.109 Tahun 2013
tentang Penahapan Kepesertaan Program Jaminan Sosial
• Peraturan Presiden No.12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, serta
perubahannya di tahun yang sama yaitu
Peraturan Presiden No.111 Tahun 2013
tentang perubahan atas perpres No.12 tahun 2013
- UU No 40 Tahun 2004 tentang SJSN
- UU No 24 Tahun 2011 tentang BPJS
- Peraturan BPJS Kesehatan No.1 Tahun 2014
- Peraturan Presiden No.86 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pemberi Kerja Dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial
- Peraturan Pemerintah No.14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jamsostek
Lalu bagaimana
dampak peraturan ini terhadap perusahaan? berikut ini penulis mencoba
menggarisbawahi beberapa hal yang perlu diperhatikan.
1. Perusahaan
wajib mendaftarkan karyawan dalam program BPJS
Untuk BPJS
Ketenagakerjaan, bila sebelumnya karyawan sudah terdaftar di Jamsostek maka
tidak perlu mendaftar ulang. Dari
informasi yang penulis terima secara otomatis Jamsostek akan melimpahkan
informasi perusahaan mengenai karyawan kepada BPJS Ketenagakerjaan. Bahkan
kartu Jamsostek yang ada sekarang pun masih dianggap berlaku.
Untuk BPJS
Kesehatan pendaftarannya bersifat wajib. Sebelumnya perusahaan bisa memilih
tidak ikut asuransi kesehatan Jamsostek, dengan catatan perusahaan bisa memberikan jaminan kesehatan lebih baik. Namun sekarang tidak bisa, perusahaan tetap harus mendaftarkan karyawan ke BPJS
Kesehatan.
Kepesertaan BPJS
(Kesehatan & Ketenagakerjaan) termasuk untuk orang asing yang bekerja
paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, dengan kata lain bila di perusahaan
Anda ada ekspatriat yang bekerja di
Indonesia 6 bulan atau lebih jangan lupa turut didaftarkan juga dalam program
BPJS.
Apa sanksinya bila
perusahaan tidak mendaftarkan karyawannya ke BPJS? Perusahaan bisa dikenakan sanksi
administratif dalam bentuk teguran tertulis, denda, atau tidak mendapatkan
pelayanan publik. Detailnya bisa Anda pelajari dalam Peraturan Presiden No.86
Tahun 2013 Bab 2.
Untuk membantu
memudahkan masyarakat menyesuaikan diri, kepesertaaan BPJS diadakan secara
bertahap. Artinya baru benar-benar wajib dan bisa dikenakan sanksi bila belum mendaftarkan karyawan ke BPJS
sampai dengan tenggat waktu yang diatur
dalam peraturan. BPJS Ketenagakerjaan selambatnya per 1 Juli 2015 dan BPJS Kesehatan selambatnya
per 1 Januari 2015.
Bagaimana cara
perusahaan bisa mendaftarkan diri? Perusahaan bisa menghubungi atau mendatangi
langsung kantor perwakilan BPJS terdekat, alamatnya bisa Anda klik ditautan ini
untuk kantor BPJS Kesehatan dan tautan
ini untuk kantor BPJS Ketenagakerjaan
2. Mengalokasikan
anggaran untuk pembayaran iuran program BPJS
Dengan adanya
kewajiban mengikuti program BPJS, maka muncul pula iuran yang harus dibayarkan
perusahaan. BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan memiliki besaran iuran yang berbeda untuk setiap programnya. Mari kita bahas satu
persatu.
2.1 Iuran BPJS Kesehatan
Besar iuran BPJS
Kesehatan adalah persentase dari upah
(gaji pokok dan tunjangan tetap). Mulai 1 Januari 2014 – 30 Juni 2015 besarnya
adalah 4,5% (4% dari perusahaan dan 0,5% dari karyawan), namun mulai 1 Juli
2015 dan seterusnya besaran berubah menjadi 5%
(4% dari perusahaan dan 1% dari karyawan). Perusahaan wajib membayarkan
iuran ini selambatnya pada tanggal 10 setiap bulannya, atau dapat membayar
lebih dari satu bulan diawal.
Sebagai contoh, upah
yang diterima seorang karyawan sebulannya adalah 4 juta rupiah. Besaran iuran
yang perlu disetorkan ke BPJS per 1 Juli 2015 adalah Rp.4.000.000 x 5% =
Rp.200.000 per bulan. Empat persen
(Rp.160.000) disumbangkan dari
perusahaan dan satu persen (Rp.40.000) dipotongkan dari gaji karyawan.
Perlu dicatat,
menurut Peraturan Presiden No.111 Tahun 2013 Pasal 16, iuran BPJS memiliki
batas minimum dan maksimum. Batas
minimum adalah Upah Minimum Provinsi (upah minimum yang berlaku) per bulan.
Batas maksimum adalah 2x PTKP K1
(penghasilan tidak kena pajak dengan status kawin 1 anak) perbulan atau
sampai dengan tulisan ini diturunkan besarnya Rp. 4.725.00 per
bulan. Dengan kata lain bila ada
karyawan Anda yang memiliki upah lebih
dari Rp. 4.725.000 per bulan, maka besar iurannya tetap sama yaitu 5%
dikali Rp. 4.725.000 setiap bulannya.
2.2 Iuran BPJS Ketenagakerjaan
BPJS
Ketenagakerjaan memiliki beberapa program dengan iuran yang berbeda. Bila Anda
berpengalaman dengan Jamsostek, maka tidak ada perbedaan signifikan dengan
program Jamsostek sebelumnya. Tenggat waktu pembayaran iuran program BPJS
Ketenagakerjaan adalah tanggal 15 setiap bulannya.
Iuran BPJS
Ketenagakerjaan, teridiri dari 3 jenis sesuai dengan programnya, yaitu Program
Jaminan Hari Tua, Program Jaminan Kecelakaan Kerja, dan Program Jaminan
Kematian, masing-masing memiliki persentase iuran yang berbeda.
• Iuran Program Jaminan Hari Tua (JHT)
besarnya adalah 5,7% dari upah karyawan,
dengan pembagian 3,7% ditanggung oleh
perusahaan dan 2% dipotong dari gaji karyawan.
• Iuran program Jaminan Kecelakaan Kerja
(JKK) sepenuhnya ditanggung oleh
perusahaan. Besaran iuran program JKK bervariasi antara 0,24% - 1,74%, variasi
ini tergantung dari kelompok jenis usaha anda, ada 5 kelompok jenis usaha yang
diatur dalam Undang-Undang. Di tautan berikut Anda bisa melihat kelompok jenis
usaha perusahaan Anda.
• Iuran Program Jaminan Kematian
(JK) adalah 0,3% dari upah karyawan.
Sama seperti Iuran Program Jaminan Kecelakaan Kerja, iuran JK sepenuhnya
ditanggung oleh perusahaan.
Bila iuran BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan
dijumlahkan maka biaya yang harus
disetorkan oleh perusahaan ke BPJS tidak sedikit. Kita ambil ilustrasi seorang
karyawan dengan upah di batas maksimum dan pada kelompok jenis usaha paling
tinggi. Dalam sebulan iuran yang dibayarkan ke BPJS (Kesehatan &
Ketenagakerjaan) bisa hingga 12,74% dari Upah.
Jika tidak
dimanfaatkan akan sangat mubazir, karena biaya yang sudah dikeluarkan oleh
perusahaan dan karyawan tidak sedikit. Salah satu cara terbaik dalam
mengoptimalkan iuran BPJS adalah memastikan karyawan memahami manfaat yang bisa didapatkan dari iuran Program
BPJS.
3.
Mengkomunikasikan kepada karyawan manfaat yang diperoleh dari keikutsertaannya
dalam program BPJS
Secara mendasar
pembayaran iuran program BPJS adalah
pembayaran premi asuransi, dengan kata lain ada manfaat yang bisa diambil
karyawan dari pembayaran premi tersebut. Untuk memastikan karyawan bisa
mengoptimalkan manfaat, komunikasi intensif kepada karyawan perlu dilaksanakan.
Cara termudah yang
dapat dilakukan adalah dengan mengundang teman-teman dari BPJS untuk membantu
sosialisasi internal ke perusahaan, mereka umumnya siap membantu namun karena
banyaknya permintaan jadwalnya terkadang sulit diatur. Sebagai gambaran
umum, berikut ini adalah manfaat yang bisa diperoleh oleh karyawan sesuai
dengan program yang diikuti.
3.1 Manfaat Program BPJS Kesehatan
Manfaat layanan
kesehatan yang dapat diperoleh karyawan dan anggota keluarganya cukup banyak,
untuk detailnya Anda bisa membaca di Peraturan BPJS Kesehatan No.1 Tahun 2014
Bab V, berikut adalah gambaran secara umum manfaat pelayanan kesehatan yang
dijamin oleh BPJS kesehatan untuk
karyawan dan anggota keluarga:
• Pelayanan kesehatan pada fasilitas
kesehatan tingkat pertama
Fasilitas
kesehatan tingkat pertama terdiri dari Puskesmas atau yang setara; praktik
dokter; praktik dokter gigi; klinik pratama ; dan rumah sakit Kelas D Pratama
atau yang setara. Pelayanan kesehatan
pada fasilitas kesehatan tingkat pertama terdiri atas Pelayanan kesehatan rawat
jalan dan rawat inap tingkat pertama; pelayanan kesehatan gigi; dan pelayanan
kesehatan oleh bidan dan perawat.
Contohnya
seperti pemeriksaan, pengobatan, dan
konsultasi medis; pemeriksaan ibu hamil, nifas, ibu menyusui, dan bayi; rawat
inap pada pengobatan/perawatan kasus yang dapat diselesaikan secara tuntas di
pelayanan kesehatan tingkat pertama; pencabutan gigi, dan lain sebagainya
• Pelayanan kesehatan pada fasilitas
kesehatan tingkat lanjutan
Fasilitas
kesehatan tingkat lanjutan sebagaimana dimaksud adalah Rumah sakit Pemerintah;
Klinik Utama; dan Rumah Sakit Swasta
yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.
Pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat lanjutan terdiri atas
pelayanan kesehatan rawat jalan dan rawat inap tingkat lanjutan.
Contohnya seperti
pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan
subspesialis; pelayanan darah; perawatan inap intensif (ICU); imunisasi dasar,
dan lain sebagainya.
• Pelayanan obat, alat kesehatan, dan
bahan medik habis pakai
Pelayanan obat dan
bahan medis habis pakai di fasilitas kesehatan tingkat pertama dan fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan
sesuai aturan yang berlaku.
• Pelayanan gawat darurat
Pelayanan gawat
darurat dapat diberikan oleh fasilitas
kesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjutan.
• Pelayanan ambulans
Pelayanan ambulans
dengan catatan hanya dijamin bila rujukan dilakukan pada fasilitas kesehatan
yang bekerjasama dengan BPJS atau pada kasus gawat darurat.
• Pelayanan skrining kesehatan
Pelayanan skrining
kesehatan untuk mendeteksi risiko
penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu seperti
diabetes mellitus tipe 2; hipertensi ; kanker leher rahim; kanker payudara; dan
penyakit lain yang ditetapkan oleh Menteri.
Bagaimana kelas
yang diperoleh untuk rawat inap? Berdasarkan Peraturan Presiden No.111 Tahun 2013 Pasal 24, apabila upah karyawan
1,5x dari PTKP K1 per bulan (Rp. 7.087.500) atau lebih kecil maka masuk kelas
2. Bila lebih dari Rp. 7.087.500 maka masuk kelas 1. Bila ingin perawatan yang lebih tinggi dari
haknya karyawan dapat membayar sendiri
selisih atau menggunakan asuransi tambahan
Manfaat yang
disebutkan diatas berlaku untuk 5 orang yaitu: karyawan, pasangan (suami / istri), dan 3 orang anak. Dengan catatan anak usia
anak maksimum 21 tahun atau 25 tahun tetapi masih melanjutkan pendidikan
formal.
Untuk lokasi
fasilitas kesehatan (Puskesmas, Klinik, Rumah Sakit) yang bekerjasama dengan BPJS, Anda bisa
melihatnya di tautan ini.
Hal baru yang
perlu diperhatikan proses berobat yang dilakukan harus bertahap (kecuali
darurat) . Kalau sebelumnya karyawan atau keluarga sakit bisa berobat langsung ke rumah sakit
(fasilitas kesehatan tingkat lanjut), sekarang harus ke puskesmas / klinik
terlebih dahulu (fasilitas kesehatan tingkat pertama). Bagi karyawan yang belum terbiasa hal ini
tentu menjadi tantangan.
Untuk
mengantisipasi hal ini kabarnya BPJS mulai menjalin kerjasama dengan asosiasi
asuransi / perusahaan asuransi swasta untuk menciptakan Coordination of Benefit
(CoB). CoB ini diharapkan dapat membantu membiayai peserta yang ingin
mendapatkan kelas pelayanan yang lebih tinggi daripada yang ditawarkan BPJS,
namun penulis masih belum mendapatkan informasi resmi lebih lanjut asuransi
mana saja yang sudah menjalin COB dengan BPJS dan seperti apa detailnya.
Selain itu,
dengan diimplementasikannya sistem
berobat bertahap, ada peluang bagi perusahaan yang memiiki klinik sendiri untuk
menjadi fasilitas kesehatan tingkat pertama yang bekerja sama dengan BPJS.
Mengingat sistem
pembayaran BPJS kepada fasilitas kesehatan bersifat kapitasi dibayar
dimuka, hal ini bisa jadi kesempatan
untuk meningkatkan kualitas klinik perusahaan. Selain itu memudahkan
juga bagi karyawan bila akan dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat lanjut.
Bagi perusahaan
yang punya kocek agak tebal, penulis mendengar bahwa BPJS Kesehatan membuka
peluang bagi perusahaan yang ingin
memberikan jaminan kesehatan bagi karyawan
yang akan pensiun, pilihan ini berlaku untuk pembayaran dimuka 5, 10,
atau 15 tahun kedepan.
Besaran iuran pun
bisa dipilih berdasarkan kelas. Seandainya diambil premi kelas 1, sekitar Rp.
60 ribu per bulan, dengan membayarkan sekitar 7,2 juta rupiah karyawan dan
pasangan bisa ditanggung kesehatannya
selama 5 tahun setelah pensiun.
3.2 Manfaat Program BPJS Ketenagakerjaan
Manfaat program
BPJS Ketenagakerjaan tidak banyak berubah dari Jamsostek. Konon kabarnya akan muncul satu program
tambahan baru yang disebut dengan Jaminan Pensiun. Program ini konon berbeda
dengan Jaminan Hari Tua (JHT), namun bentuk manfaatnya, berapa iurannya, masih
menunggu peraturan lebih lanjut yang
akan keluar di 2015.
Berikut adalah
penjelasan tentang manfaat program yang ada di BPJS Ketenagakerjaan.
• Manfaat Program Jaminan Hari Tua
(JHT)
Jaminan Hari Tua
akan dibayarkan sebesar iuran yang terkumpul ditambah dengan hasil
pengembangannya, apabila tenaga kerja telah
mencapai umur 55 tahun, meninggal dunia, cacat total tetap, mengalami PHK setelah menjadi peserta
sekurang-kurangnya 5 tahun dengan masa tunggu 1 bulan.
• Manfaat Program Jaminan Kecelakaan
Kerja (JKK)
Apabila ada
karyawan Anda yang kecelakaan kerja, maka manfaatnya tergantung dari tingkat
keparahan kecelakaan. Apabila karyawan secara sementara tidak mampu bekerja,
bisa mendapatkan santunan uang 100% upah pada 4 bulan pertama, 75% upah pada 4
bulan kedua, dan 50% upah pada bulan seterusnya.
Apabila akibat
kecelakaan kerja karyawan menjadi cacat, baik itu cacat sebagian untuk
selamanya, cacat total untuk selamanya, atau cacat kekurangan fungsi, maka bisa
mendapatkan santunan yang detailnya bisa Anda baca pada tautan berikut,
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2012 pada lampiran II.
• Manfaat Program Jaminan Kematian
(JKM)
JKM bisa diambil
bila karyawan meninggal bukan karena
kecelakaan kerja. Yang mendapatkan manfaat adalah ahli janda/duda/anak dari
karyawan. Mereka bisa mendapatkan bantuan santunan uang Rp.14.200.000 untuk
santunan kematian, ditambah Rp. 2.000.000 untuk bantuan pemakaman, ditambah
Rp.4.800.000 untuk santunan berkala yang bisa diambil sekaligus atau diambil
berkala selama 24 bulan. Bila ditotal bantuan manfaat JKM yang diterima sebesar Rp. 21.000.000.
Masih Banyak Ruang
Perbaikan untuk BPJS (khususnya kesehatan)
Seperti penulis
jelaskan sebelumnya bila Anda sudah terbiasa dengan Jamsostek maka tidak akan
ada perubahan signifikan dengan BPJS Ketenagakerjaan. Hal baru untuk industri
(perusahaan swasta khususnya) adalah
BPJS Kesehatan. Seperti hal baru lainnya, masih banyak ruang perbaikan
dan penyempurnaan yang sedang (atau seharusnya) dilakukan oleh BPJS Kesehatan.
Salah satu yang
penulis sering dengar melalui diskusi
tentang implementasi BPJS Kesehatan adalah
banyak perusahaan akan mendaftar mendekati akhir masa penahapan. Hal ini
disebabkan karena perusahaan menunggu
Periode Pemilihan Presiden 2014 selesai. Ternyata tidak sedikit perusahaan yang
khawatir Presiden baru akan menghasilkan peraturan baru dan merubah lagi aturan
main BPJS.
Beberapa
kekhawatiran lain yang penulis dengar diantaranya adalah daftar obat yang tidak
selengkap Askes, fasilitas kesehatan yang masih terbatas, lemahnya koordinasi BPJS dengan lembaga lain
seperti Rumah Sakit swasta atau
pemerintah daerah, dan banyak permasalahan lainnya yang menjadi
pekerjaan besar untuk BPJS Kesehatan.
Terlepas dari
segala kekurangannya menurut Penulis pendirian BPJS Kesehatan adalah suatu
usaha yang perlu diapresiasi. Perlu disadari, dengan adanya BPJS Kesehatan maka
terbuka pula jaminan kesehatan untuk rakyat yang tidak mampu atau non-pekerja
yang kesehatannya tidak ditanggung oleh perusahaan.
Kita tidak akan selamanya
menjadi pekerja, ketika pensiun nanti
atau ketika PHK dan kebetulan kita /
keluarga sakit keras; harus cuci darah atau operasi besar misalnya. Membayar
Rp. 50rban perbulan (iuran BPJS perorarangan) akan sangat membantu dibandingkan
harus keluar biaya berjuta-juta rupiah. Selain itu layanan
BPJS Kesehatan juga bisa
dinikmati oleh saudara-saudara kita yang tidak mampu.
Hal ini
dimungkinkan karena model subsidi silang yang diatur dalam undang-undang BPJS
Kesehatan, baik dari pekerja dalam bentuk iuran maupun dari pemerintah dalam
bentuk alokasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.
Mudah mudahan BPJS
kedepannya bisa terus meningkatkan diri dan lebih baik lagi, sehingga
benar-benar menjadi institusi yang bisa
membantu rakyat Indonesia memenuhi kebutuhan dasar hidupnya.......!!
0 comments:
Post a Comment